Oleh : Muhammad Izzudin Rahmanto (Pelajar MA Permata Kelas XI IPS)
Sebagai salah satu media komunikasi, menulis merupakan sarana bagi penulisnya menyampaikan suatu informasi atau gagasan kepada orang lain. Media tulisan menjadi alat penyalur informasi dan ilmu pengetahuan yang dapat bertahan dalam gempuran waktu karena sifatnya yang nampak secara fisik. Karena hal inilah, selama berabad-abad, tulisan telah membangun peradaban manusia dengan menyalurkan informasi dan pengetahuan yang diwaris oleh penulis-penulis dari sepanjang zaman kepada generasi selanjutnya.
Ada sebuah kutipan dari Imam Al Ghazali, bahwa “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. Artinya, Imam Al Ghazali mendorong kita semua untuk menuliskan segala pemikiran dan ilmu yang kita miliki, agar ilmu itu bisa diwariskan kepada generasi-generasi selanjutnya, terkhusus generasi muslim.
Kaum Muslimin Paling Menghargai Ilmu Pengetahuan
Sepanjang sejarahnya, kaum muslimin merupakan umat yang paling menghargai ilmu pengetahuan, termaksud terhadap literatur dan media tulisan lain. Al Makmun, seorang Khalifah Bani Abbasiyah pernah mengeluarkan kebijakan untuk membayar para penerjemah buku asing dengan emas seberat buku yang diterjemahkan itu. Hal ini merupakan bagian dari upaya penerjemahan buku asing agar dapat diakses oleh kaum muslimin. Buku-buku dari Yunani Kuno juga banyak diterjemahkan sehingga para ilmuan muslim bisa mengaksesnya.
Bukan hanya menerjemahkan buku, kaum muslimin juga sangat giat dalam menghasilkan berbagai karya tulis yang menabjukkan. Di bidang kedokteran, ada kitab Qanun fi al-Tibb karya Ibnu Sina, sebuah buku pengobatan yang menjadi satu-satunya rujukan ilmu kedokteran di Eropa selama lima abad. Di bidang matematika, ada al-Kitab al-mukhtasar fi hisab karya Al Khawarizmi, yang menjadi peletak dasar matematika modern. Dan masih banyak lagi karya tulis ilmuan muslim yang menjadi dasar bagi kemuajuan ilmu pengetahuan di masa kita sekarang.
Produktifnya Penulis Muslim Zaman Dulu
Penulis muslim zaman dulu juga sangat produktif dalam menghasilkan karya tulis, terutama dari kalangan ulama. Mari kita ambil contoh, ada Ibnu Al-Jauzi yang menulis sekitar 300 karya tulis. Lebih dari itu, ada Ibnu Hazm yang menulis 400 karya tulis, Ibnu Taimiyah yang menulis 500 karya, dan Jalaluddin Al-Suyuthi yang menulis 600 karya. Bahkan Imam Suyuti menyebutkan bahwa seorang ulama bernama Ibnu Syahin telah membuat 1.500 judul karya ilmiah, menyusun 1.000 jilid tafsir dan 1.500 jilid hadits.
Semangat dan keteguhan para penulis muslim zaman dahulu juga harus diteladani oleh muslimin zaman ini. Dengan menulis, kita sama saja dengan membuat diri kita abadi dalam karya-karya kita walaupun jasad sudah terkubur tanah. Selain itu, menulis juga bisa mendatangkan pahala jariyah karena ilmu yang diberikan kepada para pembacanya.
Sebagai penutup, Pramoedya Ananta Toer, seorang penulis legendaris tanah air, pernah berkata, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”
Semoga kita dimudahkan Allah dalam membuat karya tulis sesemangat dan seproduktif para ulama dan ilmuan muslim di zaman dahulu, sehingga warisan pengetahuan muslimin bisa terjaga sampai generasi-generasi selanjutnya hingga akhir zaman kelak. Aamiin ya Robbal ‘alamin.
Masya Allah…sejarah sehebat ini jangan sampai hanya kita ketahui tapi harapannya menjadi aksi nyata…untuk saya pribadi dan semua orang…Bismillah Hamasahh✊️